Pada suatu subuh yang ku rasa sangat
dingin, mungkin karena itu juga simpati dan empati terhadap lingkungan akan
lebih terasa, saat perut masih belum terisi oleh barang-barang dunia yang
terkadang menyesakkan dan membuat kita kurang bisa merasakan keadaan di
sekeliling kita. Memang benar apa yang di kata oleh Junjungan kita Nabi
Termulya.
Saat itu seusai bangun langsung menuju ke
toilet untuk bersih-bersih dilanjutkan pergi ke mesjid yang jaraknya lima
langkah dari kosan, seharusnya cinta padaNyapun tak sejauh yang terasa, meski
terus berusaha untuk menjadi yang dikasihi. Shalat subuh kali itu agak berbeda
memang karena suasana tadi yang saya sebutkan, berjamaah hanya berdua dengan
Pak Haji yang sudah biasa menjadi imam, beliau sudah tua namun akupun masih
merasa kalah dengan kekuatannya dalam menunaikan kewajiban-kewajiban agama.
Selesai shalat aku melirik ke belakang dan
ada seorang anak yang lucu, laki-laki. Diperkenalkan oleh pak haji bahwa anak
itu adalah cucunya, dia sudah menjadi yatim sejak kecil. Hati ini sedikit
tersentuh, tak tertahan rasanya tanganku ingin mengusap kepala anak ini, aku
lebih tersentuh lagi saat dipegang kepala anak itu dan dia langsung menangis di
depan mataku. Tangisan yang tersedu, anak itu ditanya apa gerangan, namun hanya
diam. Dia hanya menyebut satu kata, mama, satu kata namun sungguh ribuan
pengertian yang aku dapatkan dari kata itu. Tangisan yang tersedak-sedak,
seakan ini adalah sayatan batin yang sangat pedih dan aku merasa itu. Mataku
hanya berkaca-kaca, mengingat kembali pada seorang anak yang tinggal di rumah
orang tuaku, ya anak kakakku, anakku juga.
Sepertinya hawa pagi ini sudah benar-benar
menusuk di jantungku, tanpa terasa akupun ukut melelehkan air mata. Anak itu
tak berkata apa-apa, hanya matanya yang menatap tajam. Seolah ingin mengatakan,
ketahuilah "Ketahuilah, aku sudah yatim sejak kecil, cobaan yang berat apa
yang pernah kamu rasakan selain lebih berat yang aku jalani".
Aku tak bisa berkata-kata, namun jiwaku
yang goncang, terkadang hanya bisa mengeluh, merasa bahwa apa yang aku rasakan
adalah yang paling pedih. Merasa apa yang aku rasakan adalah yang paling berat,
merasa semuanya hanya aku yang paling tersiksa. Anak itu belum beranjak dari
tempat duduknya kemudian mengangkat kedua tangannya ke atas, tak keluar
sepatahpun kata dari bibirnya, hanya air mata yang kian terurai.
....nak,
kamu kangen sama Mamah...?
anak tetap terdiam dan seakan-akan aku
merasa bahwa Arsy Allah bergoyang melihat tangisannya, malaikatpun ikut
merasakan apa yang terjadi.
Aku pun menjerit dalam hati, dan aku
kembali mengusapkan tanganku ke kepalanya, aku merasa ada getaran doa yang
belum pernah aku rasakan kapanpun dan dari siapapun. Aku menangis namun tak
kuasa untuk membuka mulutku kembali. Aku mengira jika ada sepuluh saja anak
yatim yang pada waktu itu menangis, sepertinya aku akan merasakan bahwa
kebinasaan akan segera datang bagi orang yang menelantarkannya. Namun, aku
hanya berfikir hal yang sudah terjadi rupanya. Bahkan sekarang lebih dari
sepuluh yang aku lihat.
Anak itu berdiri dan shalat subuh,
sepertinya tadi dia masih belum beranjak untuk shalat karena ada hal yang ingin
ia utarakan terlebih dahulu kepada alam sebelum kepada Allah, kepadaku sebelum
kepadaNya, agar semua mendapat pelajaran tentang ketegaran dan agar semua
mendapatkan pelajaran tentang keikhlasan dalam mengarungi cobaan.
Sepertinya perasaan sedih ini belum
beranjak dari hatiku juga, aku melangkahkan kakikku gontai memasuki rumah itu
yang sehari-hari dipenuhi oleh kesunyian. Aku kembali bersimpuh di atas sajadah
kumalku, dan aku sangat menyayangi diriku dalam kesedihan itu. Sepertinya doa
ini, mengiringi getaran yang tadi keluar dari dalam diri anak yatim itu, akupun
kembali menyalakan getaran doa yang sama pada Tuhanku, Rabbku Yang Maha
Pengasih.
Sungguh tiada janji seindah janji yang
telah diutarakan oleh Baginda Nabi kita, janji yang selalu terngiang di
telingaku, dan saat itu aku mengingatnya. Bahwa "Aku (Nabi Saw.) dan orang
yang memelihara anak yatim di surga dekatnya seperti ini (Sambil memperlihatkan
dekatnya jari telunjuk dengan jari tengah)". Oh, ini jani yang sama sekali
buka suatu kebohongan dan aku sangat meyakininya.
Ada cita-cita besar di depan yang akupun
belum tentu tahu bisa atau tidak, Yatim dan Fakir-Miskin itu mendekatkan kita
pada cinta kepada rasul. Jika kau ingin mendapatiku, maka dekatilah orang
miskin, seperti itulah mungkin hal yang bisa mendekatkan kita kepada kecintaan
pada Junjungan kita.
10
Maret 2013 pukul 19:56
Comments
Post a Comment